Jutawan Seorang Tukang Sapu Di Mekkah
Akak pesan terdetik nak kongsikan satu kisah yang mungkin dapat mengubah tindak laku kita. Kadang kita terlalu kaya mungkin sifat riak itu wujud dalam diri. Namun sebaliknya bagi tukang sapu ini. Musim haji tahun 2012 baru saja berlalu. Seperti biasanya, setiap kali musim haji selalu saja memunculkan kisah-kisah menakjubkan. Selalu ada cerita yang mengharukan, penuh hikmah dan menjadi pelajaran bagi umat manusia.
Di antara kisah nyata yang terjadi di musim haji tahun 2012 ini adalah kisah seorang tukang sapu di kota Mekkah yang mendadak kaya menjadi seorang milyuner. Bagaimana ceritanya? Semak kisah nyatanya seperti yang diangkat di koran al-Sabaq terbitan Saudi Arabia tanggal 17 Dzhuhjjah lalu (02/11/2012). (Kisah ini sudah kami edit seperlunya tanpa mengurangi inti dan substansi cerita).
Syahdan, seorang lelaki bernama Marimir Husain Jihar tengah menyapu jalanan kota Mekkah yang penuh debu. Ia membersihkan jalanan kota suci ini dari kotoran dan sampah-sampah yang dibuang manusia atau yang diterbangkan angin sepanjang waktu.
Sudah 5 tahun, pekerja imigran asal Bangladesh itu melakoni pekerjaan bersahaja tersebut, pekerjaan yang dipandang sebelah mata orang orang lain. Di Arab Saudi, orang Bangladehs sering disebut sebagai “Benggali”. Orang Indonesia/Malaysia pun memanggil mereka dengan sebutan demikian.
Rakan-rakan sekerja Marimir tidak pernah tahu asal-usul marimir, sebab ada ratusan ribu (atau mungkin jutaan) orang Benggali yang menjadi buruh kasar di negeri Haramain ini.
Sampai pada suatu hari di musim haji 2012. Ketika Marimir asyik menyapu jalanan di sekitar wilayah Tan’im, tempat di mana orang-orang akan memulai (miqat) ihram untuk Umrah, suatu kejadian tak terduga terjadi.
Seorang lelaki tua berteriak dari seberang jalan memanggil nama Marimir. Lelaki itu berpakaian Ihram, terlihat hendak melaksanakan ihram untuk Umrah. Dari postur tubuhnya, lelaki tua itu jelas berkebangsaan Bangladesh.
“Marimir…! Marimir…! Marimir….!” Teriak pria tua berkali-kali dari seberang jalan. Namun karena banyaknya manusia dan lalu linta yang sibuk, Marimir tidak mendengarnya.
“Marimir…! Marimir…! Marimir…!” Lelaki tua itu kembali berteriak. Kali ini ia berlari ke arah Marimir menghadang jalan.
Aksi lelaki tua itu mengundang perhatian banyak orang di Tan’im, termasuk dari rakan-rakan lelaki tua itu sendiri. Mereka heran, bagaimana ia mengenali seorang penyapu jalan di kota suci ini.
Tanpa peduli, ia terus berlari tanpa menghiraukan kenderaan yang melaju kencang. Orang-orang berteriak memperingatkannya, karena aksinya itu mengganggu lalu lintas.
“Marimir…!”. Ujar si lelaki tua tanpa henti.
Kali ini Marimir mendengar. Ia menoleh, dilhatnya seorang yang sudah tua berlari ke arahnya. Ia pun hairan, dari mana orang itu mengetahui namanya.
Lelaki itu semakin mendekat. Dan semakin dekat. Ketika sudah jelas baginya siapa yang datang, ia pun tergamam. Alangkah terkejutnya Marimir, ia seakan tak percaya apa yang dilihatnya.
Ternyata lelaki tua itu adalah abang kandungnya sendiri
Dengan berurai air mata, si pria tua itu menghampiri Marimir yang penuh debu, lantas ia memeluk pemuda itu dengan erat sambil menangis.
Aksi jemaah haji tersebut mengundang perhatian banyak orang. Meski tidak mengerti, mereka mengabadikan kenangan penuh haru itu dengan kamera. Setelah itu, si lelaki tua bercerita kepada orang-orang yang menggelilingi mereka penuh keharuan.
Ia menceritakan bahwa tukang sapu itu adalah adik kandungnya sendiri, mereka adalah dua bersaudara yang sudah lebih 5 tahun tidak bertemu.
Kisah perpisahan mereka dimulai ketika orangtua mereka mening gal du nia beberapa tahun sebelumnya. Ayah mereka mening galkan harta warisan yang sangat banyak, mencapai 17 juta Riyal Saudi. Bagaimana tidak, keluarganya adalah keturunan bangsawan, dan salah satu datuk mereka adalah mantan menteri di Bangladesh.
Tapi saudara tuanya itu berbuat tamak. Ia tidak mau membagi harta peninggalan itu dengan adiknya. Beberapa kali si adik meminta pembagian warisan, tapi ia tidak mau. Bahkan, sang adik pernah dimasukkannya ke penjara karena menuntut haknya!
Karena putus asa, akhirnya sang adik pergi mening galkan Bangladesh. Ia pun menjadi pekerja imigran di Arab Saudi. Hingga bertahun-tahun lamanya. 5 tahun terakhir, ia menjadi tukang sapu di Mekkah.
Selepas kepergian adiknya itu, saudara tuanya pun dise rang penya kit can cer ga nas.
“Ini hukuman Allah atas kezali man saya…”. Kenang haji tua itu sambil menangis. Dan sejak itulah ia insyaf atas perbuatan tamaknya.
Bertahun-tahun pula lamanya, ia berusaha mencari jejak sang adik. Ia bertanya kepada kawan-kawan adiknya, tapi tak satu pun yang tahu. Ia pun sudah membuat pengumuman, siapa yang mengetahui alamat adiknya akan diberi imbalan yang besar.
Namun kabar tak kunjung datang. Sang adik entah di mana rimbanya. Sementara penyakitnya semakin pa rah, hingga ia mengira umurnya takkan lama lagi.
Hingga datang musim haji tahun 2012. Ketika ia hendak pulang ke tanah air, ia pun melaksanakan umrah terlebih dahulu. Ia bersama rombongannya pun berangkat ke Tan’im, miqat di mana orang Mekkah memulai umrah.
Dan di sanalah keajaiban itu terjadi. Di tempat inilah Allah Swt mempertemukannya dengan adiknya yang selama ini ia cari. Dilihatnya seorang lelaki muda tengah menyapu jalanan, dan ternyata itu adalah saudara kandungnya.
Saat pertemuan itu, saudara tua itu meminta maaf kepada sang adik atas kezali mannya selama ini. Karena perbuatan tamaknya, sang adik hidup sengsara dan terlunta-lunta sebagai tukang sapu di negeri orang.
Ia pun mengajak adiknya pulang. Ia sudah membagi harta peninggalan orangtua mereka seadil-adilnya. Bagian untuk sang adik sudah ia sisihkan, dan akan ia berikan tanpa mengambilnya sedikitpun, jumlahnya jutaan riyal saudi ditambah properti yang sangat banyak.
Di tempat yang suci itu, sang adik memaafkan abangnya. Ia sama sekali tidak menaruh dendam. Bahkan dirinya merasa bahagia bisa tinggal di tanah suci ini. Di sini, ia menghabiskan waktu untuk bekerja dan menghafal al-Qur’an.
Kepada hadirin yang berkerumun di sekitar mereka, tukang sapu yang jadi jutawan itu mengatakan:
“Sungguh ini merupakan pelajaran yang besar dalam hidup saya. Saya sudah merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang tera niaya. Karena itu, saya berjanji tidak akan menga niaya siapa pun. Allah mengharamkan keza liman atas diri-Nya, dan diharamkannya keza liman itu atas hamba-hambaNya”.
Marimir Husain berpelukan dengan saudara kandungnya yang telah insyaf
Kisah mengharukan itu menjadi buah bibir jemaah haji. Seorang penjual makanan cepat saji di kota Mekkah mengatakan kepada wartawan Sabg
“Saya sering bersedekah makanan kepada tukang sapu itu, tanpa saya pernah tahu ternyata dia adalah seorang jutawan”.
Ketika ini kita mungkin riak dengan apa yang ada pada kita namun ingatlah bahawa semua yang kita miliki di dunia ini hanyalah pinjaman sahaja. Oleh itu bawakan rezeki kita bersama-sama mereka yang memerlukan. Terima kasih
Leave a Reply